HUKUM CINTA DAN
BENCI
KARENA ALLAH
Syaikh
Shalih Fauzan al-Fauzan
Judul
Asli.
Penerjemah
: Ust. Ade Machnun Saputra
CINTA
PADA ALLAH
Ma’na Wala’
Kajian
tentang al-Wala’ wal-Bara’ termasuk dalam tema-tema Aqidah yang penting,
maksud dari dua kata itu adalah cinta dan benci karena Allah. Kata Wala’
diambil dari kata “Wali” yang berarti dekat yaitu karena kedekatannya,
maksudnya adalah kedekatan antara kaum muslimin di hati mereka, saling
mencintai, tolong menolong dengan hati mereka karena Allah. Sebagai mana firman
Allah :
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً
وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
“Sesungguhnya
ummat (pengikut Tauhid) ini adalah ummat yang satu, dan Akulah Tuhanmu maka
sembahlah Aku. (Al-Ambiya’:93).
Dan
juga sabda Nabi :
مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم
مثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى
“Perumpamaan
kaum muslimin dalam rasa kasih sayang adalah ibarat tubuh yang satu, apabila
ada bagian tubuh yang sakit maka meradanglah bagain tubuh yang lain sehingga terasa
demam dan susah tidur.” (Muttafaq ‘alaih)
Sabdanya
juga :
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا
“Seorang
muslim dengan mu’min yang lain adalah ibarat bangunan yang saling menguatkan
antara yang satu dengan yang lainnya, kemudian Rasulullah saw menyilangkan
antara jari jemarinya” (Muttafaq ‘alaih)
Sabdanya yang lain adalah:
لا يؤمن أحدكم حتى
يحب لأخيه ما يحب لنفسه
“Tidaklah
sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencinai
dirinya sendiri.” (Muttafaq ‘alaih)
Berdasarkan
penjelasan di atas, kata wala’ bisa difahami sebagai kedekatan hati antara orang-orang
yang beriman, dan inilah prinsip dasar konsep wala’, meskipun mereka berjauhan
secara fisik. Orang-orang yang beriman di belahan timur dan barat akan saling
mencintai meskipun rumah mereka saling berjauhan. Bahkan pada zaman yang
berbeda sekalipun, orang-orang mu’min terdahulu dan orang mu’min di akhir zaman
yang sekarang mereka tetap saling mencintai satu sama lain.
وَالَّذِينَ
جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً
لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Wahai
Tuhan kami! Ampunilah kami dan sudara-saudara kami yang telah beriman terlebih
dahulu dari kami! Dan janganlah Engkau adakan kedengkian dalam hati kami
terhadap orang orang yang beriman! Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun dan
Penyayang!” (al-Hasyr:10)
Maka keimananlah yang mengikat antara kaum mu’minin dari
generasi awal hingga sekarang, bahkan
sampai pada hari kiyamat kelak. Keimanan jugalah yang mengikat kaum
mu’minin di belahan timur maupun di barat dan dimanapun mereka berada karena
mereka adalah saudara. Mereka adalah umat yang satu sebagaimana tubuh yang satu
dan juga seperti bangunan yang saling menguatkan.
Demikianlah sifat orang mu’min seperti yang dinyatakan
oleh Allah dalam firman-Nya.
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ
اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
“Dan
orang-orang yang beriman laki laki dan perempuan, mereka satu sama lain saling
memimpin. Mereka menyuruh berbuat yang baik, melarang mengerjakan yang salah
mereka tetap mengerjakan sembahyang memberi zakat dan mereka patuh pada Allah
dan Rasul Nya. Itulah orang –orang yang akan diberikan rahmat oleh Allah
sesunguhnya Allah maha perkasa dan Bijaksana (At
Taubah: 71)
Pada
ayat tersebut Allah telah menjelaskan sifat orang orang yang beriman, sifat itu
bertentangan secara diametral dengan sifat orang-orang munafiq. Orang-orang
mu’min menjadi auliya’ (penolong) bagi mu’min yang lainnya. Disini kata auliya
berasal dari kata walayah yang artinya saling menolong, saling mencintai dan
seiya sekata.
Tanda-tanda Wala’ diantara kaum muslimin.
Adapun tanda adanya perasaan saling mencintai dan
konsekwensi saling mencintai sesame mu’min adalah :
Saling
mengunjungi; Saling mengunjungi karena Allah
diantara dua orang merupakan tanda adanya cinta seperti disebutkan dalam hadist
yang shohih.
إنّ رجلا زار أخا له
في قرية أخرى فأرصد الله له على مدرجته ملكا فلما أتى عليه قال أين تريد قال أريد
أخا لي في هذه القرية قال هل لك عليه من نعمة تربها قال أنى أحببته في الله عز وجل
قال فإني رسول الله إليك بأن الله قد أحبك كما أحببته فيه
Sesungguhnya
ada orang laki-laki mengunjungi saudaranya seiman di suatu desa yang lain. Maka
Allah mengutus seorang malaikat untuk menemuninya di tengah perjalanannya
(untuk mengujinya). Ketika malaikat telah sampai kepadanya, maka ia bertanya
padanya, “Hendak kemanakah engkau”. Orang itu menjawab, “Saya ingin mengunjungi
saudaraku di desa ini.” Malaikat berkata, “Apakah kamu mendapatkan kenikmatan
darinya yang harus kamu pelihara?” Orang itu menjawab, “Tidak, Aku melakukan
ini karena aku mencintainya karena Allah.” Akhirnya malaikat itu berkata, “Sesungguhnya
aku diutus oleh Allah kepadamu, untuk menjelaskan bahwa Alllah telah mencintaimu
karena kau mencintai saudaramu semuslim karena-Nya”
Bermajlis
dengan orang-orang mu’min; Dan diantara tanda-tanda
adanya cinta kepada sesama mu’min adalah kesediaan untuk duduk bermajlis dengan
orang-orang mu’min dan menghadiri perkumpulan kaum muslimin, karena mereka
adalah satu jama’ah. Allah ta’ala berfirman
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ
يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
“bersabarlah
atas dirimu bersama orang orang yang menyeru pada tuhan mereka dari pagi maupun
malam hari mereka menginginkan bertemu dengan Allah.” (al-Kahfi:28)
Amar
ma’ruf dan nahi mungkar; Dan diantara tuntutan
adanya kecintaan adalah amar ma’ruf nahi mungkar. Seorang muslim yang
memerintahkan saudaranya untuk berbuat ma’ruf, yaitu dia mengerjakan setiap
kebaikan dan ketaatan. Karena didalamnya terkandung manfaat, baik cepat atau
lambat. Sebagaimana melarang kemungkaran: yaitu
kema’siatan dan penyimpangan karena didalam kemungkaran itu terdapat
bahaya. Dalam memberikan sifat terhadap orang orang mu’min Allah berfirman:
يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ
“
Mereka memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang kemungkaran mendirikan
sholat, meninaikan zakat dan ta’at pada Allah dan rasulnya” (QS.
At-taubah:71).
Itulah
beberapa tanda keimanan dan kecintaan pada Allah.
BAB
II
CIRI-CIRI
BENCI KARENA ALLAH
Tidak
memberikan loyalitas kepada Yahudi dan Nasrani; Sebagaimana
Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mu’min untuk saling mencintai
diantara mereka, Allah melarang mereka musuh-musuh Allah. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ
تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ
وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي
الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai
orang-orang yang beriman janganlah kalian jadikan kaum yahudi dan nasrani
sebagai pemimpin di antara kalian, barang siapa yang mengangkat mereka sebagai
pemimpin, maka sesunggunya dia termasuk dari golongan mereka, sesungguhnya
Allah tidak memberikan hidayah kepada orang yang dzalim (Al-Maidah:51).
Allah melarang orang mu’min memberikan wala’ (loyalitas)nya
kepada kaum yahudi dan nasrani, hal ini adanya kecintaan pada mereka didalam
hati mencakup menolong mereka dalam menghadapi orang-orang mereka membela dan
menganggap baik apa yang ada pada mereka, termasuk juga memuji dan ta’jub pada
mereka, dimana kesemunya termasuk loyal pada mereka, maka sesungguhnya orang
yang mencintai mereka, ini semua didalam hati
berarti telah loyal pada mereka dan ia masuk kedalam golongan mereka,
Allah berfirman:
وَمَن يَتَوَلَّهُم
مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang loyal kepada mereka, sesungguhnya dia termasuk kedalamya.
(Al-Maidah :51).
Demikian juga firmanNya dalam ayat yang lain
إِنَّمَا
وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ الَّذِينَ يُقِيمُونَ
الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ وَمَن يَتَوَلَّ اللّهَ وَرَسُولَهُ
وَالَّذِينَ آمَنُواْ فَإِنَّ حِزْبَ اللّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
Sesungguhnya
pemimpin kalian adalah Allah dan Rasul-Nya. Dan orang-orang yang beriman, yang
menegakkan shalat, membayar zakat sedang mereka ruku’ Dan baangsiapa yang
berwalikan Allah dan Rasul-Nya, serta orang-orang yang beriman, maka
sesungguhnya partai Allah itulah mereka yang menang (Al-maidah:55-56)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاء
تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءكُم مِّنَ الْحَقِّ
يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَن تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِن
كُنتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَاداً فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاء مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ
إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنتُمْ
وَمَن يَفْعَلْهُ مِنكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاء السَّبِيلِ
Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian jadikan musuh-musuhku dan musuh
kalian sebagai teman setia, yang kalian berikan (berita rahasia) kepada mereka
karena rasa kasih sayang kepada mereka. Mereka telah kafir terhadap kebenaran
yang datang kepada kalian. Mereka telah mengusir Rasul dan juga mengusir kalian
karena kalian beriman kepada Allah, Tuhan kalian. Jika kalian benar-benar keluar
berjihad di jalan-Ku dan mengharapkan ridla-Ku (janganlah kalian berbuat
demikian). Kalian berikan berita rahasia kepada mereka karena rasa kasih
saying, Aku mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan yang kalian nyatakan.
Dan barangsiapa di antara kalian yang melakukannya maka ia telah tersesat dari
jalan yang lurus (Mumtahanah:1)
Tidak
memberikan loyalitas kepada musuh Allah meskipun dia termasuk kaum kerabat;
Allah melarang hambanya yang beriman untuk
loyal pada musuh Allah meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan
yang sangat dekat dari kaum kerabat.
لَا تَجِدُ قَوْماً
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ
عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم
بِرُوحٍ مِّنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ
اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Tidak
akan kamu dapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkasih
saying dengan orang yang memusihi Allah dan Rasul-Nya meskipun mereka itu ayah
mereka, anak-anak mereka, saudara mereka, atau kerabat mereka. Mereka itu
orang-orang yang telah ditetapkan iman di dalam hatinya dan dikuatkan dengan ruh
dari-Nya, dan akan diasukkan ke sorga yang mengalir di bawahnya sunga-sungai.
Mereka kekal di dalamnya, Allah meridlai mereka dan mereka pun ridla kepada
Allah. Mereka itulah hizbullah (golongan Allah), ketahuilah bahwa hizbullah
adalah orang-orang yang beruntung (Al-Mujadalah:
22)
Orang
yang beriman itu membenci musuh Allah, karena ia berwali pada Allah maka iapun
membenci musuh Allah meskipun dari orang yang paling dekat sekalipun, seperti
ayah atau anak-anak mereka, kaumkerabatnya. Sesungguhnya Allah telah memberikan
peringatan melalui kekasihnya Ibrahim tatkala berbebas diri dari ayahandanya
agar menjadi contoh bagi kita.
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآء
مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاء أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا
بِاللَّهِ وَحْدَهُ
Telah
ada suri teladan yang baik di dalam diri nabi Ibrahim dan orang-orang yang
bersamanya ketika mereka mengatakan kepada kaum mereka, sesungguhnya kami
berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain dari Allah.
Kami ingkari kalian dan telah tampak antara kami dan kalian permusuhan dan
kebencian selama-lamanya sampai kalian beriman keada Allah semata(Al-Mumtahanah
4)
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ
آمَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَى
مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113) وَمَا
كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلاَّ عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَا
إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ (114)
Tidak
pantas bagi nabi dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampun bagi orang
musyrik meskipun mereka itu memiliki hubungan kerabat, setelah nyata bagi
mereka bahwasannya mereka adalah penghuni neraka. Dan permohonan ampun Nabi
Ibrahim bagi ayahnya tidak lain adalah karena janji yang telah dibuatnya kepada
ayahnya. Maka ketika telah jelas bagi Ibrahim bahwasannya ayahnya termasuk
musuh Allah, ia pun berlepas diri dari ayahnya. Sesungguhnya Ibrahim adalah
seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun (At-Taubah:113-114).
Disebutkan dalam surat maryam tatkala nabi Ibrahim
menyeru ayahnya untuk bertauhid pada Allah yang maha Agung & meninggalkan
penyembahan berhala dan Ibrahim ayahnya berpendapat bahwa ayahnya telah
menempuh jalan kekufuran pada Allah dan menyembah pada berhala , tetapi ayahnya
tidak mau menerima seruan Ibrahim. Lalu Ibrahim berkata sebagaimana diucapkan
pada
وَأَعْتَزِلُكُمْ
وَمَا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي
Dan
aku akan menjauhkan diri dari kalian dan apa yang kalian seru selain dari
Allah, sedangkan aku menyeru Tuhan-Ku
(Maryam:48)
Dia
menjauhkan diri dari kaumnya dan dari
berhala yang mereka sembah, demikianlah sikap orang yang beriman dan bertauhid,
ia berwali dengan para mu’minin kepada Allah meskipun mereka berjauhan nasab,
tempat ataupun waktu. Maka orang yg beriman itu bersaudara yg dilihat oleh
persaudaraan seiman, saudara karena Allah selamanya atas keyakinan ini.
Dan
orang yang beriman merupakan musuh bagi kaum kafir, karena mereka adalah musuh
Allah meskipun mereka dari kerabat dekat. Selama mereka menjdi musuh Allah maka
mereka adalah musuk kita.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ
وَجَاهَدُواْ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ
آوَواْ وَّنَصَرُواْ أُوْلَـئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَالَّذِينَ آمَنُواْ
وَلَمْ يُهَاجِرُواْ مَا لَكُم مِّن وَلاَيَتِهِم مِّن شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُواْ
وَإِنِ اسْتَنصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلاَّ عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ
وَبَيْنَهُم مِّيثَاقٌ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (72) وَالَّذينَ كَفَرُواْ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ
وَفَسَادٌ كَبِيرٌ (73)
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka
di jalan Allah, dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan
(kepada muhajirin) mereka itu satu dengan yang lainnya saling melindungi. Dan orang-orang
yang beriman tetapi belum berhijrah maka tidak ada kewajiban sedikitpun bagi
kalian untuk melindungi mereka sehingga mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika
mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam urusan agama maka kamu wajib
memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara
kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Dan
orang-orang kafir, satu dengan yang lain saling melindungi, jika kalian tidak
melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Allah itu niscaya akan terjadi
kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.
(al-Anfal:72-73)
Dan
kata ( إِلاَّ
تَفْعَلُوهُ )
artinya jika kalian tidak menjadikan orang-orang mu’min sebagai wali (penolong
dan pelindung) dan tidak pula menjadikan orang-orang kafir sebagai musuh, maka
akan terjadi fitnah diatas bumi. Ungkapan ini di antaranya bisa dimaknai akan
terjadi percampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan sungguh orang-orang
kafir akan bercampur dengan kaum muslimin sehingga akan muncul fitnah dalam
bidang aqidah. Orang-orang muslim dan mu’min akan terpengaruh oleh aqidah orang
kafir.
Inilah
fitnah dan kerusakan yang besar, apabila pemisah antara mu’min dengan orang
kafir telah hilang, maka terjadi campur aduk antara orang kafir dan orang
mu’min, lalu muncul berbagai kerusakan lainnya. Cinta dan benci tersebut hanya
terjalin atas dasar iman dan kafir, tiada atas dasar yang lainnya.
CINTA DAN BENCI BUKAN ATAS DASAR KEDUNIAAN
Mencintai seseorang karena mengharapkan keuntungan dunia
tanpa memandang pada agamanya atau membencinya karena keuntungan dunia tidak
bisa diharapkan darinya, bukan karena kema’siatannya, maka ini termasuk ciri
kemunafikan.
Dan hal ini menunjukkan kedangkalan imannya, Abdullah bin
abbas pernah berkata (telah terjadi kebanyakan (umumnya) persaudaraan manusia
dibangun atas dasar kepentingan dunia. Dan hal itu tidak akan bermanfaat
sedikitpun bagi pelakunya. Dengan kata lain, bahwa sesungguhnya hal ini tidak
berguna disisi Allah bahkan membahayakan. Karena itu seorang mu’min
dilarang membenci saudaranya seiman jika
diantara keduanya kesalah pahaman atau perselisihan. Juga tidak dibolehkan
membencinya dan meninggalkannya hanya karena alasan itu. Sebagaimana sabdanya
rasulullah
لاَ
يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ
“tidak dihalalkan bagi seorang muslim
mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari”.
Maka tidak boleh saling mendiamkan diantara kaum
muslimin. Sebaik-baik permusuhan dan perselisihan adalah yang diputuskan dengan
syari’at Allah. Sehingga dengan demikian kecintaan hati dan iman menjadi
langgeng, tidak dapat disingkirkan oleh sifat tamak terhadap dunia.
CINTA PADA
ALLAH DAN RASULNYA TANPA MEMBUAT BID’AH DAN KHUROFAT
Ada
orang yang mengaku bahwa dia mencintai Rasulullah namun sebenarnya dia berbuat bid’ah dan
khurofat dan berpendapat bahwa perbuatannya disenangi oleh Rasulullah. Sebagai
contoh, adanya bid’ahnya merayakan tahun kelahiran Nabi, mereka mengatakan
bahwa ini dapat membuat kecintaan pada Nabi, barangsiapa yang tidak
merayakannya maka dia tidak disenangi oleh Rasulallah.
Demikian tadi adalah buah pemikiran yang keliru, bahkan
hal ini menjadikan permusuhan kepada Nabi disebabkan Nabi melarang bid’ah.
Sebagaimana dia bersabda:
من عمل عملا ليس عليه
أمرنا فهو رد
“Barangsiapa
yang melakukan suatu perbuatan yang bukan dari perintahku, maka perbuatan itu
tertolak” (
Demikianlah, dia membuat bid’ah kemudian berteriak,Meskipun
dia cinta pada Rasul, namun sebenarnya dia tidak mentaatinya, dan seharusnya
meninggalkan bid’ah dan khurofat. Karena Rasulullah melarang perbuatan itu.
Sebagaimana diakatakan dalam sebuah hadits:
“
Hindarilah oleh kalian perkara perkara baru yang merusak, karena perkara baru
itu bid’ah dan setiap dari bid’ah adalah sesat.
Ada
diantara manusia ada yang menganggap dirinya cinta pada wali-wali Allah, namun mereka menafsirkan hal itu dengan
menjadikan selain Allah, Rabb. Artinya mereka mendatangi kuburan kuburan,
bernadzar dan mengelilingi kuburannya, seraya berkata “ Saya mencintai wali
Allah”, “Inilah contoh perbuatan yang
dicintai Allah. Maka kita katakan padanya : kamu berdusta, ini termasuk
yang yang dibenci para wali Allah.
Disebabkan para wali Allah itu tidak redho dengan perbuatan tersebut.maka
barang siapa yang rela dengan pebuatan tersebut atau mengajak manusia unutk hal
ini, maka dia adalah musuh Allah dan bukan pelindungnya.
وَإِذَا حُشِرَ
النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاء وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ (الأحقاف
6)
Dan
apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sesembahan-sesembahan
itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka”
(al-Ahqaf:6)
وَيَوْمَ
يَحْشُرُهُمْ جَمِيعاً ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلَائِكَةِ أَهَؤُلَاء إِيَّاكُمْ
كَانُوا يَعْبُدُونَ {40} قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِم بَلْ
كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُم بِهِم مُّؤْمِنُونَ {41}
Dan
pada hari ketika Allah mengumpulkan mereka semua, kemudian Allah berfirman
kepada para malaikat, “Apakah mereka itu dahulu menyembah kalian?” Para
malaikat menjawab, “Maha Suci Engkau, Engkaulah pelindung kami, bukan mereka,
tetapi mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada para jin
itu” (saba’:40-41)
TANDA CINTA
PADA ALLAH DAN BUAHNYA
Tatkala kaum yahudi mengaku cinta pada Allah mereka
berkata: “Sesungguhnya kami mencintai Allah swt”, maka kemudian Allah menguji
mereka, sebagaimana firman-Nya :
قُلْ
إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ قُلْ أَطِيعُواْ اللّهَ
وَالرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah,
Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kalian
dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha pengampun lagi maha penyayang.
Katakanlah taatlah kepada Allah dan Rasulullah, maka jika kalian berpaling maka
sesungguhnya Allah tidak mencintai orangorang kafir (Ali
Imran: 31-32).
Berdasarkan ayat tersebut di atas, tanda cinta pada Allah
adalah mengikuti rasulnya, sedangkan ciri benci kepada-Nya adalah menyelisihi
Rasul-Nya. Inilah tanda yang membedakannya.
Allah menyebutkan tanda cinta dan buah dari kecintaan
kepada-Nya. Tanda cinta kepada Allah adalah mengikuti tuntunan Rasulullah.
Sedangkan hasilnya sebagaimana firman Allah, “Allah akan mengcintai kalian
dan mengampuni dosa-dosa kalian” (Ali-Imran:31).
Kemudian Allah menerangkan tanda kebencian Allah pada
hamba, “maka jika mereka berpaling” dari ta’at kepada Allah dan
Rasul-Nya, ini menunjukkan sikap membenci Allah dan Rasul-Nya “maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.
Cinta karena Allah dan benci karena-Nya bukan sekedar
slogan, tetapi adalah hakekat yang membutuhkan adanya bukti.
No comments:
Post a Comment