Tuesday, 8 October 2013

HIDAYAH



Tiga Hari Dimakamkan Kubur Berlubang dan Acak-Acakan


Ketenangan hidup Desa Alam yang terletak di daerah barat pulau Jawa tiba-tiba terusik. Ini diawali oleh terciumnya bau busuk yang tidak sedap dari arah perkuburan warga. Awalnya hanya satu orang yang mencium bau tersebut. Tapi karena sehari-hari banyak orang yang melintas diperkuburan itu, bau itu mulai menarik perhatian.
“ada anjing yang mati, barangkali?” ujar salah seorang warga mengira
Di daerah perkuburang itu memang banyak anjing yang biasa berkeliaran. Anjing-anjing itu adalah anjing liar yang sering muncul dan bermain-main di area perkuburan.
“Ah, ini mah bukan anjing, baunya beda,” ujar seorang warga yang lain.
Tak puas dengan dugaan sendiri warga coba melihat-lihat di area perkuburan. Tapi mereka tak menemukan ada anjing mati di sana.
Seorang warga yang biasa mencari kayu bakar di daerah yang dekat dengan perkuburan akhirnya menemukan jawab dari bau tidak sedap itu. Temuan inilah yang menggegerkan warga Desa Alam.
Bau tidak sedap itu ternyata berasal dari kuburan gumar yang dimakamkan tiga hari yang lalu. Lebih membuat geger lagi bau itu tercium dari jasad Gumar yang sudah dikebumikan dengan layak. Rupanya bau jasad Gumar tidak lagi terlindungi oleh lapisan tanah karena kuburannya sudah berlobang dan acak-acakan. Dari lobang yang menganga di kuburannya itu orang dapat melihat papan pelindung jenazah yang biasa dipasang miring juda sudah berantakan hingga Jasad Gumar tampak dengan jelas.
Terang saja temuan ini membuat heboh warga. Pasalnya ketika Gumar dimakamkan tidak terladi hal-hal aneh. Semua berjalan dengan lancar dan baik. Lelu kenapa setelah tiga hari dikebumikan kuburan Gumar berubah sedemikian drastis dalam kondisi menyedihkan?
Dengan kepala masih digelayuti beragam pertanyaan, warga bertindak cepat. Kubur Gumar segera diperbaiki agar tidak menimbulkan keresahan lebih luas. Sulit bagi warga mempercayai hal itu terjadi dengan sendirinya, sekaligus sulit juga bagi mereka ada orang iseng yang kurang kerjaan mengacak-acak dan membuat kurang Gumar menjadi seperti yang mereka lihat. Desa Alam terkenal dengan desa yang tak sedikit memiliki tokoh agama. Warganya pun terkenal dengan baik-baik saja. Tak pernah ada kejadian  seperti itu sebelumnya.
“Sekalipun tak dapat dimengerti, sebagian pemuka masyarakat beranggapan keadaan kubur Gumar yang demikian seperti ingin menunjukkan dan mengatakan seseuatu.” ujar Syarif, seorang santri yang menjadi narasumber Hidayah.
Perjalanan Ke Kawi
Gumar dikenal dengan sosok yang biasa-biasa saja di desanya. Dia bukan begundal yang meresahkan warga dan juga bukan orang penting yang dihormati. Sehari-hari Gumar bertani dan mengurus kebunnya yang tak seberapa.
Gumar memiliki seorang istri dan empat orang anak yang menjadi tanggung jawabnya. Penghasilan sebagai petani itulah yang ia gunakan untuk membiayai keluargannya. Sebagaimana orang kampong pada umumnya kehidupan Gumar bisa dikatakan pas-pasan. Ternyata setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan serba pas-pasan seperti itu Gumar memendam kegelisahan. Ia ingin berubah dan ingin pula menikmati kehidupan lebih dari yang ia jalani seperti saat ini. Tak banyak orang mengetahui kegelisahan Gumar. Ia lebih banyak menyimpan kegelisahan itu seorang diri.
“Saya juga kebetulan kenal baik dengan almarhum, tapi ia tidak pernah menceritakan kegelisahannya itu kepada saya.” ujar Syarif
Singkat cerita Gumar seperti ketemu jodoh saat ada seorang temannya berbicara perihal jalan menjadi kaya secara cepat. Jalan itu adalah dengan melakukan ritual selama seminggu di Gunung Kawi, Jawa Tengah. Gunung Kawi sendiri cukup dikenal orang dan sering dijadikan tempat mencari berkah dengan cara yang salah karena dianggap keramat.
“Kalau kamu bersedia menjalani ritual di sana dan menuruti aturan-aturan yang berlaku sampai tuntas, saya jamin kamu akan meraih apa yang kamu angankan.” ujar teman Gumar itu meyakinkan.
Menurut Syarif, ia agak heran jika Gumar terbujuk hal-hal yang berbau syirik seperti ini. Gumar yang ia kenalcukup sering menjalankan ibadah agama sebagaimana warga lainnya. Apalagi di depan rumah Gumar ada musholah.
Tapi keinginan Gumar rupanya bukan keinginan ang main-main. Ia memperhatikan betul informasi itu dan terdorong untuk menjalankannya. Keinginannya itu ia sampaikan kepada istrinya yang hanya bisa terdiam mendengarnya. Beberapa keluarga dekatnya juga ia beritahukan tentang keinginannya itu.
Singkat cerita, Gumar berangkat. Ia mempersiapkan dengan cermat kepergiannya itu. Perjalanan itu sendiri juga tidak murah. Bahkan diisyaratkan untuk memotong kambing jika sudah sampai di Gunung Kawi agar ritualnya bisa manjur. tapi hal itu sama sekali tak menjadi penghalang baginya. Buat Gumar apalah arti kehilangan modal sedikit demi meraih kekayaan yang tak terhingga yang selama ini ia impikan.           Bersambung ….

No comments: